Konsep bahwa
materi terdiri dari satuan-satuan terpisah yang tidak dapat dibagi lagi menjadi
satuan yang lebih kecil telah ada selama satu milenium. Namun,
pemikiran tersebut masihlah bersifat abstrak dan filosofis, daripada
berdasarkan pengamatan empiris dan eksperimen. Secara
filosofis, deskripsi sifat-sifat atom bervariasi tergantung pada budaya dan
aliran filosofi tersebut, dan seringkali pula mengandung unsur-unsur spiritual
di dalamnya. Walaupun demikian, pemikiran dasar mengenai atom dapat diterima
oleh para ilmuwan ribuan tahun kemudian, karena ia secara elegan dapat
menjelaskan penemuan-penemuan baru pada bidang kimia.
Rujukan
paling awal mengenai konsep atom dapat ditilik kembali kepada zaman India kuno pada
tahun 800 sebelum masehi, yang dijelaskan dalam naskah filsafat Jainismesebagai anu dan paramanu. Aliran
mazhab Nyaya dan Vaisesika mengembangkan
teori yang menjelaskan bagaimana atom-atom bergabung menjadi benda-benda yang
lebih kompleks.
Satu abad kemudian muncul rujukan mengenai atom di dunia Barat oleh Leukippos, yang kemudian oleh muridnya Demokritos pandangan tersebut disistematiskan. Kira-kira pada tahun 450 SM, Demokritos menciptakan istilah átomos (bahasa Yunani: ἄτομος), yang berarti "tidak dapat dipotong" ataupun "tidak dapat dibagi-bagi lagi". Teori Demokritos mengenai atom bukanlah usaha untuk menjabarkan suatu fenomena fisis secara rinci, melainkan suatu filosofi yang mencoba untuk memberikan jawaban atas perubahan-perubahan yang terjadi pada alam. Filosofi serupa juga terjadi di India, namun demikian ilmu pengetahuan modern memutuskan untuk menggunakan istilah "atom" yang dicetuskan oleh Demokritos.
Satu abad kemudian muncul rujukan mengenai atom di dunia Barat oleh Leukippos, yang kemudian oleh muridnya Demokritos pandangan tersebut disistematiskan. Kira-kira pada tahun 450 SM, Demokritos menciptakan istilah átomos (bahasa Yunani: ἄτομος), yang berarti "tidak dapat dipotong" ataupun "tidak dapat dibagi-bagi lagi". Teori Demokritos mengenai atom bukanlah usaha untuk menjabarkan suatu fenomena fisis secara rinci, melainkan suatu filosofi yang mencoba untuk memberikan jawaban atas perubahan-perubahan yang terjadi pada alam. Filosofi serupa juga terjadi di India, namun demikian ilmu pengetahuan modern memutuskan untuk menggunakan istilah "atom" yang dicetuskan oleh Demokritos.
Kemajuan
lebih jauh pada pemahaman mengenai atom dimulai dengan berkembangnya ilmu kimia. Pada tahun 1661, Robert Boyle mempublikasikan
buku The Sceptical Chymist yang berargumen bahwa materi-materi di dunia ini
terdiri dari berbagai kombinasi "corpuscules", yaitu
atom-atom yang berbeda. Hal ini berbeda dengan pandangan klasik yang
berpendapat bahwa materi terdiri dari unsur-unsur udara, tanah, api, dan air. Pada
tahun 1789, istilah element (unsur) didefinisikan oleh
seorang bangsawan dan peneliti Perancis, Antoine Lavoisier, sebagai
bahan dasar yang tidak dapat dibagi-bagi lebih jauh lagi dengan menggunakan
metode-metode kimia.
Berbagai atom dan molekul yang
digambarkan pada buku John Dalton, A New System of Chemical Philosophy (1808).
Pada tahun
1803, John Dalton menggunakan
konsep atom untuk menjelaskan mengapa unsur-unsur selalu bereaksi dalam
perbandingan yang bulat dan tetap, serta mengapa gas-gas tertentu lebih larut
dalam air dibandingkan dengan gas-gas lainnya. Ia mengajukan pendapat bahwa
setiap unsur mengandung atom-atom tunggal unik, dan atom-atom tersebut
selanjutnya dapat bergabung untuk membentuk senyawa-senyawa kimia.
Teori
partikel ini kemudian dikonfirmasikan lebih jauh lagi pada tahun 1827, yaitu
ketika botaniwan Robert Brown menggunakanmikroskop untuk
mengamati debu-debu yang mengambang di atas air dan menemukan bahwa debu-debu
tersebut bergerak secara acak. Fenomena ini kemudian dikenal sebagai "Gerak Brown". Pada
tahun 1877, J. Desaulx mengajukan pendapat bahwa fenomena ini disebabkan oleh
gerak termal molekul air, dan pada tahun 1905 Albert Einstein membuat
analisis matematika terhadap gerak ini. Fisikawan Perancis Jean Perrin kemudian
menggunakan hasil kerja Einstein untuk menentukan massa dan dimensi atom secara
eksperimen, yang kemudian dengan pasti menjadi verifikasi atas teori atom
Dalton.
Berdasarkan
hasil penelitiannya terhadap sinar katoda, pada tahun
1897 J. J. Thomson menemukan elektron dan sifat-sifat subatomiknya. Hal ini meruntuhkan
konsep atom sebagai satuan yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Thomson
percaya bahwa elektron-elektron terdistribusi secara merata di seluruh atom,
dan muatan-muatannya diseimbangkan oleh keberadaan lautan muatan positif (model puding prem).
Namun pada
tahun 1909, para peneliti di bawah arahan Ernest Rutherford menembakkan
ion helium ke lembaran tipis emas, dan menemukan bahwa sebagian kecil ion
tersebut dipantulkan dengan sudut pantulan yang lebih tajam dari yang apa yang
diprediksikan oleh teori Thomson. Rutherford kemudian mengajukan pendapat bahwa
muatan positif suatu atom dan kebanyakan massanya terkonsentrasi pada inti
atom, dengan elektron yang mengitari inti atom seperti planet mengitari
matahari. Muatan positif ion helium yang melewati inti padat ini haruslah
dipantulkan dengan sudut pantulan yang lebih tajam. Pada tahun 1913, ketika
bereksperimen dengan hasil proses peluruhan radioaktif, Frederick Soddy menemukan
bahwa terdapat lebih dari satu jenis atom pada setiap posisi tabel periodik. Istilah isotop kemudian diciptakan oleh Margaret Todd sebagai
nama yang tepat untuk atom-atom yang berbeda namun merupakan satu unsur yang
sama. J.J. Thomson selanjutnya menemukan teknik untuk memisahkan jenis-jenis
atom tersebut melalui hasil kerjanya pada gas yang terionisasi.[17]
Model atom hidrogen Bohr yang menunjukkan loncatan elektron antara
orbit-orbit tetap dan memancarkan energi foton dengan frekuensi tertentu.
Sementara
itu, pada tahun 1913 fisikawan Niels Bohr mengkaji
ulang model atom Rutherford dan mengajukan pendapat bahwa elektron-elektron
terletak pada orbit-orbit yang terkuantisasi serta dapat meloncat dari satu
orbit ke orbit lainnya, meskipun demikian tidak dapat dengan bebas berputar
spiral ke dalam maupun keluar dalam keadaan transisi.] Suatu
elektron haruslah menyerap ataupun memancarkan sejumlah energi tertentu untuk
dapat melakukan transisi antara orbit-orbit yang tetap ini. Apabila cahaya dari materi yang dipanaskan memancar melalui
prisma, ia menghasilkan suatu spektrum multiwarna.
Penampakan garis-garis spektrum tertentu ini berhasil dijelaskan oleh teori
transisi orbital ini.
Ikatan kimia antar
atom kemudian pada tahun 1916 dijelaskan oleh Gilbert Newton Lewis sebagai interaksi antara elektron-elektron atom
tersebut. Atas adanya keteraturan sifat-sifat kimiawi dalam tabel periode
kimia, kimiawan Amerika Irving Langmuir tahun
1919 berpendapat bahwa hal ini dapat dijelaskan apabila elektron-elektron pada
sebuah atom saling berhubungan atau berkumpul dalam bentuk-bentuk tertentu.
Sekelompok elektron diperkirakan menduduki satu set kelopak elektron di
sekitar inti atom.
Percobaan Stern-Gerlach pada tahun 1922 memberikan bukti lebih jauh
mengenai sifat-sifat kuantum atom. Ketika seberkas atom perak ditembakkan
melalui medan magnet, berkas tersebut terpisah-pisah sesuai dengan arah
momentum sudut atom (spin). Oleh karena arah spin adalah acak, berkas
ini diharapkan menyebar menjadi satu garis. Namun pada kenyataannya berkas ini
terbagi menjadi dua bagian, tergantung dari apakah spin atom tersebut
berorientasi ke atas ataupun ke bawah.
Pada tahun
1926, dengan menggunakan pemikiran Louis de Broglie bahwa
partikel berperilaku seperti gelombang, Erwin Schrödinger mengembangkan suatu
model atom matematis yang menggambarkan elektron sebagai gelombang tiga
dimensi daripada sebagai titik-titik partikel. Konsekuensi penggunaan bentuk
gelombang untuk menjelaskan elektron ini adalah bahwa adalah tidak mungkin
untuk secara matematis menghitung posisi dan momentum partikel
secara bersamaan. Hal ini kemudian dikenal sebagai prinsip ketidakpastian, yang dirumuskan oleh Werner Heisenberg pada
1926. Menurut konsep ini, untuk setiap pengukuran suatu posisi, seseorang hanya
bisa mendapatkan kisaran nilai-nilai probabilitas momentum, demikian pula
sebaliknya. Walaupun model ini sulit untuk divisualisasikan, ia dapat dengan
baik menjelaskan sifat-sifat atom yang terpantau yang sebelumnya tidak dapat
dijelaskan oleh teori mana pun. Oleh sebab itu, model atom yang menggambarkan
elektron mengitari inti atom seperti planet mengitari matahari digugurkan dan
digantikan oleh model orbital atom di
sekitar inti di mana elektron paling berkemungkinan berada.
Diagram skema spetrometer massa sederhana.
Perkembangan
pada spektrometri massa mengijinkan dilakukannya pengukuran massa atom
secara tepat. Peralatan spektrometer ini menggunakan magnet untuk membelokkan
trayektori berkas ion, dan banyaknya defleksi ditentukan dengan rasio massa
atom terhadap muatannya. Kimiawan Francis William Aston menggunakan peralatan ini untuk menunjukkan
bahwa isotop mempunyai massa yang berbeda. Perbedaan massa antar isotop ini
berupa bilangan bulat, dan ia disebut sebagai kaidah bilangan bulat. Penjelasan pada perbedaan massa isotop ini
berhasil dipecahkan setelah ditemukannya neutron, suatu
partikel bermuatan netral dengan massa yang hampir sama dengan proton, yaitu oleh James Chadwick pada
tahun 1932. Isotop kemudian dijelaskan sebagai unsur dengan jumlah proton yang
sama, namun memiliki jumlah neutron yang berbeda dalam inti atom.
Pada tahun
1950-an, perkembangan pemercepat partikel dan detektor partikel mengijinkan
para ilmuwan mempelajari dampak-dampak dari atom yang bergerak dengan energi
yang tinggi. Neutron dan proton kemudian diketahui sebagaihadron, yaitu komposit partikel-partikel kecil yang disebut
sebagai kuark. Model-model standar fisika nuklir
kemudian dikembangkan untuk menjelaskan sifat-sifat inti atom dalam hal
interaksi partikel subatom ini.
Sekitar
tahun 1985, Steven Chu dkk.
di Bell Labs mengembangkan
sebuah teknik untuk menurunkan temperatur atom menggunakan laser. Pada tahun yang sama, sekelompok ilmuwan yang
diketuai oleh William D. Phillips berhasil memerangkap atom natrium dalam perangkap magnet. Claude Cohen-Tannoudji kemudian menggabungkan kedua teknik tersebut
untuk mendinginkan sejumlah kecil atom sampai beberapa mikrokelvin. Hal ini mengijinkan ilmuwan mempelajari atom dengan
presisi yang sangat tinggi, yang pada akhirnya membawa para ilmuwan
menemukan kondensasi Bose-Einstein.
Dalam
sejarahnya, sebuah atom tunggal sangatlah kecil untuk digunakan dalam aplikasi
ilmiah. Namun baru-baru ini, berbagai peranti yang menggunakan sebuah atom
tunggal logam yang dihubungkan dengan ligan-ligan organik (transistor elektron tunggal) telah dibuat. Berbagai penelitian telah dilakukan
untuk memerangkap dan memperlambat laju atom menggunakan pendinginan laser untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai sifat-sifat atom.
0 comments:
Post a Comment